Au Revoir (Selamat Tinggal)

Bayangan Masa Lalu

Sudah hampir setengah jam, Gista, seorang perempuan dengan nama lengkap Gistari Mahika yang berarti suara paling indah yang ada di bumi, memandangi layar ponselnya. Perempuan yang memiliki kulit sawo matang dengan rambut lurus tergerai itu mematung di atas kasur kamarnya. Pandangannya tertuju pada sebuah profil laki-laki bernama Gyan Hirawan.

Ia perhatikan benar satu per satu unggahan yang ada di profil laki-laki tersebut.

Ya, sudah hampir 7 tahun ia tidak bertemu dengan laki-laki bernama Gyan itu. Setelah menyerah pada sikap Gyan, Gista tidak lagi mau berurusan dengannya.

Namun satu tahun ke belakang, Gyan kembali datang dan mengikuti akun instagram Gista. Iya Gyan, laki-laki yang dulu nggak pernah suka sosial media. Baginya apa yang ada di sosial media cuma tipuan dan nggak nyata, yang dulu selalu dibalas “Ya namanya juga dunia maya, Gy.” oleh Gista.

Saat itu Gista sempat kaget sebab lelaki yang pernah begitu ia kenal, membuat akun instagram dan menghubunginya. Gista kembali melihat story yang setengah jam lalu diunggah oleh Gyan. Nampak jelas potretnya bersama seorang perempuan yang tidak Gista kenal, sedang tersenyum memamerkan cincin pertunangan.

Air mata Gista menetes setelah menyadari semuanya. Lalu satu tahun ke belakang kemarin itu apa? Tanya Gista tanpa mampu diucapkan lewat lisan.

Gista mengahapus air matanya dan melakukan hal konyol dengan membalas unggahan Gyan.

“Wah, Gy, Selamat ya.” begitu bunyi balasan yang dikirim Gista. Baru terkirim, belum terbaca.

Ya, cerita ini tentang Gista dan Gyan. Sepasang yang sempat menjalin hubungan hampir 3 tahun lamanya sampai Gista sadar bahwa selama 3 tahun itu, bukan ia yang ada di hati Gyan. Meski raga mereka selalu bersama, meski seluruh warga kampus mengamini bahwa mereka adalah couple goal, tapi ternyata Gista hanya jadi bayang-bayang mantan pacar Gyan yang akhirnya diakui Gyan di tahun ketiga mereka bersama.

Satu notifikasi membuyarkan lamunan Gista. Gyan. Gyan membalas pesannya.

“Hai, Gis. Thank you ya, maaf nggak ngabarin kamu. Riweh banget kemarin.”

Nggak ngabarin aku, ya ngapain ngabarin aku segala kan? Balas Gista dalam hati sembari terus mengeluarkan sumpah serapah.

Gista hanya membaca pesan Gyan tanpa berniat membalasnya.

Ya, satu tahun yang lalu, Gyan menghubungi Gista kembali untuk kali pertama. Saat itu melalui DM instagram, Gyan membalas unggahan Gista.

“Hai, Gis, masih di Jogja?”

Saat itu Gista kaget karena laki-laki yang pernah begitu ia cintai 7 tahun lalu datang lagi ke kehidupannya. Setelah banyak hal yang dilalui Gista, Gyan datang tanpa aba-aba sebelumnya.

“Hai, Gy. Kok nemu instagramku?”

“Gampang kan nyari instagram kamu tuh.”

“Iya sih, tapi yang bikin kaget tuh kok kamu main instagram sih?”

“Iya nih, biar nggak kuper-kuper amat. Biar hype kayak kamu.”

“Hype apaan sih, biasa aja.”

“Pertanyaanku nggak dijawab nih?”

“Pertanyaan mana?”

“Masih di Jogja?”

“Oh, hahaha, sorry, masih Gy.” jujur, saat itu Gista merasa aneh karena berusaha terlihat akrab dan baik-baik saja dengan Gyan.

“Besok kalau aku pulang, kita ketemu ya.”

“Memang kamu udah nggak di Jogja?” Iya, setidak tahu itu Gista akan hidup Gyan, begitupun sebaliknya.

“Tahun lalu dapat penempatan di Bangka, jadi mau nggak mau harus pindah.”

“Wah, surprise banget ya. kamu beneran banyak berubah, dari mulai main instagram sampai mendadak mau ke luar pulau.”

“Lebih ke keadaan kali ya Gis yang bikin aku harus ngejalanin ini.”

“Tapi good news sih, biar makin banyak pengalamannya.”

“Haha, bisa aja kamu. Malah kamu yang betah di Jogja.”

“Rejekinya kan, Gy.”

“Iya sih, rejeki emang nggak ada yang tahu. Yaudah, pokoknya besok kalau aku pulang, aku kabari ya Gis.”

Dan dari situ kedekatan mereka kembali terbangun. Gista dan Gyan seperti dua orang yang tidak pernah bermasalah, kembali dekat entah atas dasar apa. Walau hubungan mereka juga tidak bisa dideskripsikan dengan tepat bagaimana sebenarnya.

Namun, Gista menikmatinya. Sebenarnya ia masih terlalu menyayangi Gyan saat itu. Hanya saja, ia sulit jika terus menjadi bayang-bayang masa lalu padahal ia ingin menjadi masa depan Gyan.

Satu tahun, Gista dan Gyan menjalin komunikasi yang baik. Chat, telepon, video call, tidak pernah absen. Mereka juga selalu bertemu saat Gyan pulang ke Jogja. Rasanya seperti mengulang kisah mereka yang dulu. Bahkan lebih intens. Mungkin karena terhalang jarak juga ya.

Gista terus mengutuki dirinya karena mengharpkan Gyan. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Gyan. Pasalnya selama satu tahun kemarin, Gyan tidak pernah membicarakan kedekatannya dengan seorang perempuan, terlebih membahas akan menikah.

Ah, mana ada yang terang-terangan. Aku saja yang bodoh. Ucap Gista dalam hati.

Jam dinding di kamar gista sudah menunjukkan pukul 22.30. Rumahnya sudah sepi, bundanya pasti sudah tidur akibat kelelahan bekerja.

Air mata Gista kembali menetes saat ingatannya tentang Gyan kembali terputar. Gista mengusap air matanya, berniat keluar mengambil segelas air putih sebelum akhirnya niatnya digagalkan oleh panggilan telepon dari Gyan.

Gista mengucek kedua matanya, memicingkan matanya, dan memastikan bahwa nama yang tertera di layar ponselnya memang benar nama Gyan. Setelah merasa tidak ada yang salah, dengan ragu Gista mengangkat, “Halo.” ucapnya dengan suara yang masih sedikit parau.

“Eh, Gis, lagi sakit ya kamu? Udah minum obat belum? Makanya jangan minum es terus.” cecar Gyan pada Gista.

Ngapain sih masih perhatian sama aku Gy?

“Nggak kok, Gy. Aku sehat.” ucap Gista akhirnya.

“Gis, kita tuh kenal nggak baru satu dua hari, nggak perlu bohongin aku.”

Apaan sih, si Gyan ini, batin Gista lagi.

“Serius Gy, aku baik-baik aja. Kamu kenapa malam-malam telepon?”

“Hah? Emang kenapa? Kan biasanya juga jam segini, Gis.”

Iya, maksud aku setelah kamu tunangan kenapa masih telepon aku Gyan Hirawan. Ingin rasanya Gista meneriakkan kaliamat tersebut tepat di depan wajah Gyan. Tapi sayang tidak mungkin ia lakukan.

“Iya sih, tapi kan kamu udah tunangan sekarang. Pamali, telepon perempuan lain.”

“Hahaha, kok jadi kamu yang jadul sih, nggak apa-apa kali. Kan kamu sahabat aku.”

OH JADI SELAMA INI SAHABAT DOANG!!!

Gista kamu tuh beneran bodoh yaaaa!!!

Selama ini Gyan itu anggap kamu nggak lebih dari sahabat!

Namun bukan Gista jika tidak mampu menanggapi ucapan Gyan.

“Sahabat tuh emang sembunyi-sembunyi ya kalau mau nikah? Nggak ada prolog tau-tau kesimpulan gitu ya?” ucap Gista masih tetap mencoba tenang.

“Hahahahaha, bisa aja kamu Gis.”

Ketawa? Bisa ya Gy kamu ketawa di saat kayak gini!

“Dijawab Gy.”

“Iya iya, sorry, Gis. Aku tuh bukannya mau nyembunyiin ini. Tapi emang semendadak itu Gis. Aku sama Aruna juga kenal cuma 3 bulan terus langsung tunangan.”

Oh namanya Aruna.

“Beneran baru kenal 3 bulan?”

“Iya, itu juga dikenalin temen. Tapi nggak tau ya, rasanya klik aja. Aku kayak nggak pernah ketemu cewek kayak dia, Gis.”

Kayak apa sih Gy? Kayak apa?

“Kayak apa emang?” tanya Gista akhirnya karena terlalu penasaran.

“Kayak kamu.”

“Yeee, kalau kayak aku berarti bukan the one and only dong.”

“Hahaha, nggak nggak. Aku udah belajar dari kesalahanku kok, Gis. Aku nggak akan bawa-bawa masa lalu aku sama orang yang ada di masa sekarang dan masa depan aku.”

Oh aku kan cuma orang di masa lalu kamu ya, Gy.

“Bagus deh, Gy kalau kamu paham.”

“Maaf ya, Gis, dulu aku jahat banget.”

“Gapapa, udah lewat 7 tahun juga.”

“Sekarang kamu sama siapa, Gis?”

“Nggak ada, sendiri aja.”

“Masak sih? Cewek secantik, sepinter, sekeren kamu masih sendiri?”

“Nyatanya gitu.”

“Kamu kebanyakan milih ya?”

Bukan Gyaaannnn, aku nungguin kamu.

“Ya milih lah, Gy. Masa buat pasangan hidup sembarangan.”

“Iya juga sih, bener. Kamu tuh harus dapetin laki-laki yang baik, Gis.”

Iya berarti kamu emang nggak baik ya, Gy.

“Amin.” balas Gista singkat.

Dan setelah itu terjadi beberapa obrolan standar sebelum akhirnya panggilan diakhiri oleh Gista.

Gista membenamkan wajahnya di bawah bantal. Ia masih mencoba mencerna semuanya. Ia masih penasaran apa benar Gyan sama sekali sudah tidak menyimpan perasaan kepadanya. Atau mungkin sejak awal memang Gyan tidak pernah menaruh hati pada Gista, karena Gista tidak lebih dari bayang-bayang tentang mantannya?

Oh My God Gistari Mahika. Bego bener sih jadi cewek!!!

Nggak nggak, nggak mungkin Gyan nggak pernah sama sekali suka sama aku. 3 tahun kita bareng, dan setelah 7 tahun dia masih nyari aku terus masih ngehubungin aku 1 tahun terakhir. Nggak mungkin cuma iseng. Nggak mungkin.

Berhari-hari Gista sengaja menghindari Gyan yang masih menganggap semuanya baik-baik saja. Gista berniat untuk menanyai dirinya juga menyusun pertanyaan untuk ia ajukan kepada Gyan.

***

Sudah ada Gyan di depan tempat kerja Gista. Menggunakan kaos hitam polos dengan kemeja lengan pendek berwarna camel yang dibuka kancingnya, dipadukan dengan celana cream yang senada, Gyan terlihat mempesona.

Tobat Gis, itu calon suami orang. Ucap Gista dalam hati masih berusaha tenang meski ia kaget mengapa laki-laki itu bisa tiba-tiba di sini.

“Gyan.”

“Hai, Gis.”

“Kamu ngapain di sini?”

“Harusnya aku yang nanya, kamu ngapain hampir sebulan ini ngilang dari aku. Dihubungi nggak jawab, sosmed off, kamu kenapa Gis?”

Kenapa sih Gy masih harus nyariin aku segitunya.

Namun bukan kalimat itu yang keluar dari bibir Gista. “Nggak papa Gy, cuma mau me time aja.”

“Me time me time, kamu pasti lagi kenapa-kenapa. Cerita deh, kenapa?”

Karena kamu Gyannnnnn.

“Ini mau berdiri di sini aja nih?” ucap Gista kemudian.

“Ya udah, kita cari tempat ngobrol yang lebih nyaman.”

Akhirnya Gista dan Gyan tiba di sebuah kedai kopi yang tidak terlalu jauh dari kantor Gista. Dan tentu, tidak terlalu ramai.

Setelah memesan snack dan minuman, Gyan kembali mengulang pertanyannya.

“Kamu kenapa Gis?”

“Kenapa apanya sih, Gy. Aku baik-baik aja. Kamu nggak lihat aku utuh gini.”

“Bukan fisik kamu, Gis.”

“Terus?”

“Kamu tuh nggak baik-baik aja.”

“Terus kalo nggak baik-baik, kamu mau ngapain Gy?”

“Ya aku mau bikin kamu baik-baik lagi dong. Aku nggak suka lihat kamu berantakan.”

Gista menyeruput matcha latte icenya sebelum melanjutkan ucapannya, “Tapi udah, Gy.”

Gyan yang juga meminum secangkir americano terdengar kaget mendengar ucapan Gista.

“Gimana, Gis?”

“Nggak papa.”

“Nggak nggak, tadi kamu ngomong apa? Tapi udah Gy? Udah apa? Udah berantakan?”

Gista mengangguk lemah.

“Ya karena apa? Atau karena siapa? Cowok ya? Siapa siapa orangnya?”

“Gyan stop!”

Gyan pun yang sedari tadi bicara pun diam. Kali ini dia memandang wajah Gista yang menampilkan mata berkaca-kaca.

“Kamu tuh beneran nggak tau apa pura-pura nggak tau sih Gy?”

“Tau apa Gis? Nggak tau apa? Aku bener-bener nggak tau.”

“Kamu tuh kenapa sih masih peduli sama aku saat kamu udah punya tunanagan?”

“Ya aku sayang sama kamu Gis. Kamu sahabat aku, kamu orang yang pernah berarti buat hidup aku.”

“Itu masalahnya Gy. Aku cuma orang yang pernah berarti di hidup kamu, dan kamu adalah orang yang selalu berarti buat aku. Itu masalahnya.”

Akhirnya Gista mengutarakan perasaannya. Kini air mata sudah membanjiri pipinya. Sedang Gyan hanya terdiam kebingungan.

“Gimana Gis?”

“Aku tuh capek ya selalu jelasin ke kamu. Nggak dulu, nggak sekarang, selalu kayak gitu. Aku yang selalu sayang sama kamu, tapi kamu tuh nggak pernah taruh aku di masa depan kamu. Setelah 7 tahun hilang, kamu dateng lagi tuh buat apa Gy? Buat apa?”

“Gistari Mahika, oke tenang. Kayaknya aku mulai ngerti maksud kamu.”

“Aku emang bego ya Gy, selalu sayang sama orang yang sama bertahun-tahun tapi orang itu nggak pernah ngerti bahkan dari tahun pertama.”

“Gis Gis, dengerin aku dulu Gis.” ucap Gyan mencoba menenangkan Gista.

“Apa?”

“Gis, kamu layak dapetin yang lebih baik dari aku. Aku nggak mau kamu hidup sama laki-laki yang udah bikin kamu sakit. Kedatanganku kemarin adalah usahaku buat nebus semuanya walau nggak akan pernah bisa. 7 tahun aku hidup dalam bayang-bayang kesalahan aku sama kamu Gis, dan aku nggak bisa gitu terus.”

Gista mengahapus air matanya, ia menatap bola mata Gyan denagn tajam.

“Oh jadi karena rasa bersalah Gy?”

“Gis Gis maksud aku bukan gitu.”

“Terus gimana? Kamu dateng ke aku cuma buat menebus kesalahan kamu dan justru buat kesalahan baru? Kamu sadar nggak sih Gy kalau kamu tuh jahat banget.”

“Gistaaa..” Tangan Gyan berusaha meraih tangan Gista yang segera ditepis oleh Gista.

“Oh, bukan kamu sih yang salah. Aku yang salah. Aku Gy. Aku yang salah karena nggak tau kenapa aku bisa sesayang itu sama kamu. 7 tahun setelah kamu pergi bahkan nggak pernah ada laki-laki yang aku terima. Dan kamu bawa pelangi satu tahun lalu yang ternyata malah bikin badai baru. Selamat ya Gyan Hirawan, kamu selalu berhasil bikin aku sakit berulang-ulang.”

“Gis Gis.”

Kali ini Gista pergi meninggalkan Gyan.

Gyan memang nggak tau Gis, dia nggak salah.

Tetep salah dong, dia jahat sama kamu Gis.

Udahlah Gis makanya nggak usah berharap lagi sama Gyan.

Gista you deserve better.

Ngapain sih ngarepin cowok kayak Gyan. Dia aja nggak bener-bener peduli sama kamu.

Percuma nyadarin orang yang nggak pengen sadar.

Percuma minta orang buat sayang kalau emang dia nggak mau duluan.

Gista please stop jadi cewek bego, bangun Gistaa bangunnnn.

Gista pun masuk ke dalam taksi online yang dia pesan.

“Mbak Gista Mahika?”

“Iya mas betul”

“Tujuannya sesuai aplikasi ya mbak.”

“Iya mas.”

Gista masih mengusap air matanya di kursi belakang, sedang sopir taksi online yang nampak tidak berbeda jauh dengan Gista menyaksikannya dari spion mobilnya.

“Patah hati ya mbak?”

Gista melirik sopir tersebut.

Ngapain sih nanya-nanya segala.

“Kalau nggak bisa jawab nggak papa mbak, saya paham kok.”

Apaan deh nih orang.

Dan hari itu jadi hari terpanjang dan paling melelahkan bagi Gista. Tapi setidaknya ia sudah lega karena sudah bilang semuanya pada Gyan.

Memang ya, manusia emang banyak nggak taunya. Gista yang kenal Gyan sejak 7 tahun lalu ternyata nggak cukup bisa memilikinya. Justru malah perempuan baru yang belum genap 3 bulan, dikenalin pula. Haha, hidup suka banget bercanda, tapi mau gimana kan? Hidup Gista harus berjalan dan nggak perlu ada bab salah menyalahkan. Karena dalam hal ini nggak ada yang sepenuhnya salah atau benar-benar benar.

Jadi, dengan atau tanpa Gyan, Gista harus melangkah. Sebelum ada Gyan dia bisa baik-baik aja, Jadi setelah Gyan pergi beneran, harusnya Gista juga baik-baik aja. Tapi ternyata ada kata harusnya yang membuat semua jadi terasa lebih sulit. Dan dari sini, perjalanan hidup Gista baru saja dimulai.

........
Sumber: pemintalkata
#pemintalkata#cerpen#cinta#patah hati

1 تعليقات

Sebelum kamu pergi

Kalau kamu suka dengan artikel ini, gunakan tombol-tombol share untuk membagikan artikel ini ke teman-teman kamu, dan daftarkan email kamu untuk mendapatkan update jika ada artikel baru. Terima Kasih.!

إرسال تعليق

Sebelum kamu pergi

Kalau kamu suka dengan artikel ini, gunakan tombol-tombol share untuk membagikan artikel ini ke teman-teman kamu, dan daftarkan email kamu untuk mendapatkan update jika ada artikel baru. Terima Kasih.!

أحدث أقدم