MENJEMPUT PULANG DARI DASAR SAMUDRA

Kapal Layar


Oleh : Leonita Lestari | 


Andarpedia - Menurut UNESCO, ada sekitar 5.000 kapal tenggelam di perairan Asia Tenggara. Sepuluh persennya, berada di perairan Indonesia. Artinya, ada sekitar 500 kapal entah dari zaman apa tercatat tenggelam di perairan kita.

Konon, nilai “harta karun” yang berada di dalam kapal-kapal tersebut, ditaksir mencapai $12,7 miliar dolar atau setara Rp. 170 triliun.

Pada situs Batu Hitam, di Belitung tahun 1998, berbagai jenis keramik masa Dinasti Tang, benda-benda logam, kaca kayu, dan gading didapatkan dari pengangkatan sebuah kapal yang karam.

Konon seluruh artefak yang dilelang itu senilai $32 juta dolar. Barang-barang itu justru menjadi milik perusahaan swasta di Singapura. Bila ada bagian milik Indonesia, nilainya sangat sedikit.

Di perairan utara Cirebon, pada 2004, pengangkatan sebuah kapal yang diperkirakan berasal dari abad 10 berhasil mendapatkan 500.000 jenis keramik dan beberapa benda logam yang terbuat dari emas, perak, perunggu, besi, kayu, gading, dan timah.

Ribuan potong batu permata, rubi, emas, dan keramik dari Kerajaan Tiongkok, serta perkakas gelas Kerajaan Persia senilai lebih kurang Rp. 720 miliar konon didapat dari lelang yang diadakan di Jakarta.

Hasil Lelalng

Atas dua peristiwa itu, satu makna yang sama kita dapat, UANG. Keduanya memberi penekanan pada nilai rupiah yang kita dapat. Keduanya bercerita tentang harta karun dalam konversi nilai uang.

Dan namun, kita sulit mendapat data terkait kapal itu. Siapa pemilik, seberapa besar, dibuat oleh siapa, bagaimana teknik pembuatan lunas, penyambungan kayu, bentuk layar dll, dll…

Padahal, bila jenis angkutan kita dapat cepat membuat kesimpulan dari mana barang-barang tersebut berasal, bukankah kebesaran sejarah kita bukan terkait pada apa yang diangkut?

Kapal itu seharusnya adalah bagian paling berharga. Di sana ada banyak cerita menanti kita. Bisa jadi, kapal itulah "siapa kita" namun bukan itu titik peduli kita, dan maka, dalam banyak buku sejarah kita, ketika di pelabuhan Barus, Maluku, Sumatera, Jawa DIKUNJUNGI kapal dari Tiongkok, Arab hingga India untuk membeli rempah-rempah, kita tak protes dan marah. Kita terima sebagai benar adanya.

Kita tak yakin bahwa nenek moyang kita adalah adalah pelaut. Kita justru melakukan pembenaran bahwa kita bukan bangsa bahari, kita adalah pemungut rempah.

Pelayaran

Benarkah?
Belum lama ini, di Desa Punjulharjo Rembang ditemukan artefak utuh kapal yang diperkirakan telah berusia 1000 tahun. Di Tanjung Jabung Timur, Jambi, Indonesia, kapal kuno berukuran panjang 24 meter dengan lebar 5,5 meter dan diperkirakan dibuat pada awal abad ke-16 juga ditemukan. Kapal dengan panjang dan lebar seperti itu adalah setara dalam ukuran dengan kapal-kapal dari Portugis, Spanyol dan Belanda zaman ekspedisi Rempah.

Penemuan Perahu

Bukan hanya itu, bukti-bukti bahwa di Tanjung Jabung Timur diperkirakan telah ada sebuah dok kapal yang bisa jadi adalah dok kapal terbesar di Asia Tenggara zaman itu, masih terus digali.

Masih ada puluhan dan bahkan ratusan catatan terkait sejarah kapal-kapal milik Nusantara namun entah kenapa narasi bahwa kita dikunjungi lebih sering digunakan dibanding kita mengunjungi.

Kenapa itu selalu berulang, kita mendapat jawab. Bukan pada peninggalan dalam rupa fisik kapal tenggelam tersebut kita berebut senang, pada harta yang diangkut kita bersorak gembira. Kita tak mencari cerita siapa gerangan nenek moyang kita tapi berebut warisan hartanya.

Data Kapal Tenggelam

Bila benar masih ada 500 kapal tenggelam di perairan kita seperti catatan Unesco yang menanti kita dan 1 persennya ternyata berasal dari masa ratusan tahun sebelum Masehi, itu pasti luar biasa. Bila 2 persennya berasal dari awal Masehi, 3 persennya dari zaman Sriwijaya hingga Majapahit, dan sisanya atau lebih dari 90 persennya berasal dari zaman kolonialisme, yang manakah kita ingin dapat?

Sebanyak apapun jarahan dari zaman kolonialisme itu seharusnya tak sebanding dengan yang 3persen, 2 persen apalagi yang 1 persen. Pingin tahu bagaimana cara nenek moyang Nusantara turut hadir pada acara Ratu Seiba menyumbangkan rempah kepada raja Salomon atau pada prosesi pemumian jenazah Firaun, nyebur lah.., carilah cerita itu di laut. Percayalah, mereka HADIR bukan DIJEMPUT. Tak ada kata lelah, mereka akan terus menanti kita.

Cari..!
Ajaklah pulang cerita itu meski terkubur jauh di dasar samudra. Kelak mereka pasti akan bercerita bagaimana asyiknya MENUNGGANG GELOMBANG membelah samudra. . . . 

***

Post a Comment

Sebelum kamu pergi

Kalau kamu suka dengan artikel ini, gunakan tombol-tombol share untuk membagikan artikel ini ke teman-teman kamu, dan daftarkan email kamu untuk mendapatkan update jika ada artikel baru. Terima Kasih.!

أحدث أقدم