Fenomena Dibalik Kelangkaan Minyak Goreng

Minyak Goreng Kemasan


Oleh : Marsianus Alex

Dulu waktu karet/kulat mahal tengkulak membeli dengan harga mahal. Misal di dekat kampung saya ada toke yang beli dengan harga Rp 24.000/kg. Belum sempat jual ke pabrik atau toke di kota harga tiba-tiba anjlok. Sampai setengah harga beli. Rp 14.000/kg kurang dari seminggu jadi Rp. 10.000. Saat itu ada banyak toke2 kecil di desa desa yang masih belum sempat jual simpanan kulatnya. Mereka tahan stok berharap harga bisa stabil, minimal seharga mereka beli. Toke "menimbun" karet mengupayakan kelangkaan.

Tunggu punya tunggu, harga malah semakin anjlok. Tak banyak yang memilih opsi jual rugi. Kalau di cek di kolam-kolam karet memang seperti terjadi penumpukan dimana-mana. Soal karet/kulat ini pemerintah tak berdaya, petani lebih lagi. Pemerintah tak bisa atur sebab masalahnya adalah harga karet dunia turun. Hukum pasar bekerja. Presiden sekalipun tak bisa mendikte kebutuhan dan hukum pasar dunia. Hukum pasar bekerja. Siapa yang mampu tolong petani karet? Tidak ada.

Kemaren Minyak Goreng langka. Prosesnya sepertinya mirip-mirip. Hanya berbeda pada turun dan naik harga. Harga bahan baku (CPO) di pasar dunia naik, otomatis harga bahan turunan seperti minyak goreng juga naik. Waktu itu naiknya memang drastis, tapi masih relatif mampu dibeli. Barangnya di pasar juga melimpah. Hanya persoalannya ada narasi politis. Seolah kenaikan minyak goreng ketidakbecusan pemerintah memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah.

Kayaknya, Presiden panik lalu buru-buru menentang hukum pasar dengan membuat harga maksimal migor dalam negeri. Memang ada subsidi supaya produsen migor tidak merugi. Tapi mungkin inilah yg disebut bisnis adalah bisnis. Pebisnis bukan mengincar subsidi. Terjadilah chaos migor, stok hilang di pasar. Entah permanainan, atau tidak mau jual rugi; toke-toke timbun stok migor. Pasar gaduh oleh ibu-ibu dan para pemburu migor. Se-Indonesia kalut karena persoalan goreng menggoreng dan gorengan.

Coba dulu Mendag kalem aja. Biarkan harga naik yg penting stok aman. Migorkan keperluanya dikit-dikit. Tidak untuk berkuah, seperti masakan santan warung padang. Soal harga kontrol saja dengan aturan yang berlaku umum untuk berdagang. Tambah saja produsennya Dorong daerah2 penghasil sawit membangun pabrik migor. Contohnya di Sintang, Sudah sejak periode pertama Bupatinya berencana membuat pabrik mini minyak goreng. Benar saja, di periode kedua minyak gorengnya menjadi masalah besar. Ya walau keberadaan pabrik migor program Pak Pati belum ada berita apa-apa.

Masalah-masalah begini saya setuju denga prinsip "ahe ja toke lah". Jangan buat aturan yang aneh-aneh hasilnya bisa bikin kita lebih aneh.

Post a Comment

Sebelum kamu pergi

Kalau kamu suka dengan artikel ini, gunakan tombol-tombol share untuk membagikan artikel ini ke teman-teman kamu, dan daftarkan email kamu untuk mendapatkan update jika ada artikel baru. Terima Kasih.!

أحدث أقدم