Apa eksperimen paling mengerikan yang pernah dilakukan dalam sejarah?

 Penciptaan Surga

Ketika menulis ini aku tidak main-main. Manusia pernah mencoba untuk menciptakan surga. Suatu tempat yang terbebas dari rasa lapar. Rasa takut. Dan rasa lelah.

Hal yang sejak dahulu kala sangat-sangat diinginkan setiap insan manusia yang berpijak dibumi adalah terbebas dari rasa lapar yang menghantui dan bisa bersenang-senang seumur hidup mereka. Paling tidak, inilah deskripsi surga yang paling mungkin manusia ciptakan jika mereka kaya raya.

Terus, bagaimana jika seandainya hal itu bisa dimiliki oleh semua orang di planet ini? Bagaimana jika seandainya manusia tidak perlu lagi khawatir pada makanan, tempat tinggal, pendidikan, atau pekerjaan, sebab semua yang kita perlukan untuk hidup yakni makanan sudah tersedia kapan saja. Bagaimana seandainya jika tidak ada lagi para jones kesepian yang harus takut tidak bisa menikah. Sebab Kenikmatan seks bisa dinikmati kapan saja. Dengan siapapun. Berapa kalipun. Bebas. Ingin memiliki anak atau tidak memiliki anak. Bebas. Bahkan, kamu tidak perlu lagi beribadah karena takut pada Tuhan. Karena pada dasarnya, kamu telah mencapai kebebasan yang sebenarnya. Terlepas dari namanya ATURAN.

Maka Hirarki Sosial seperti apa yang akan terbentuk? Lingkungan seperti apakah yang akan tercipta?Dan apakah menciptakan surga adalah benar benar tujuan terbaik bagi manusia?

Untuk memahami jawaban dari pertanyaan itu, para peneliti kemudian dengan sangat lancang menyentuh ranah 'Tuhan' itu dengan melakukan eksperimen penciptaan Surga. Sebuah eksperimen yang dikemudian hari dikenal dengan nama Eksperimen Universe 25.


Pada tahun 1954 hingga 1972, seorang pengamat perilaku hewan bernama John Calhoun mulai melakukan eksperimen dengan apa yang ia sebut sebagai negeri utopia.

Dan apa subjek penelitiannya? Manusiakah?

Oh tenang. Kita sedang berupaya mensimulasikan keberadaan Surga lewat diri makhluk berintelektual rendah. Jika makhluk semacam ini diberikan surga, apakah yang bisa terjadi. Maka pilihannya jatuh pada spesimen paling berjasa dalam dunia sains. Tikus.

John Calhoun yang memang sangat penasaran pada perilaku hewan itu mulai membangun gedung-gedung penuh makanan dan air bagi para tikus. Para tikus itupun juga dibersihkan sampai bebas dari kuman. Segala yang mereka perlukan sudah tersedia didalam ruangan itu.

Hidup menjadi sangat indah bagi 4 pasang tikus jantan betina yang pertama kali dipersilahkan menikmati surga tersebut. Mereka tidak lagi mencuri makanan. Tidak lagi khawatir akan dibunuh atau dijebak. Suhu didalamnya bahkan senantiasa dijaga dan disesuaikan demi kenyamanan para Tikus. Karena mereka sudah tidak pusing perihal makanan dan sarang, alhasil mereka melakukan satu-satunya kegiatan menyenangkan yang pasti dilakukan setiap makhluk dewasa ketika dipasangkan. Kawin. Mereka kawin, kawin dan kawin hingga berkembang biak berapa kalipun mereka mau. Itu Benar-benar menjadi sebuah Surga dunia bagi para Tikus manapun dimuka bumi.

Namun.. Semua mulai goyah tatkalah para tikus mulai lupa diri. Jumlah mereka berkembang dua kali lipat setiap dua bulan. Dan sesuai dengan hukum eksponensial. Populasi mereka melonjak dengan sangat drastis hanya dalam beberapa bulan selanjutnya.

Tikus-tikus ini pada dasarnya tidak kekurangan apapun tidak peduli berapa banyak jumlah mereka. Jumlah makanan yang disediakan tetap tidak terbatas. Ketersediaan air berlimpah. Dan lagi Mereka tidak perlu mengkhawatirkan kehadiran pemangsa. Hanya ada satu kekurangan yang tidak bisa dipenuhi oleh John Calhoun pada tikus-tikus yang sudah membludak ini. Ia tidak bisa memberikan penambahan ruang bagi para tikus tersebut. Karena sama halnya dengan manusia, tidak peduli jadi sekaya apa seseorang, luas tanah dibumi tidak akan pernah berubah menjadi lebih luas apabila telah mencapai over populasi.

Benar gak? Andai setiap manusia tercukupi semua kebutuhannya, Bumi tidak akan pernah semakin besar hanya karena kita punya segalanya. Ingat. Kita sedang membicarakan tentang surga dunia…

Begitupun halnya para tikus ini. Surga bagi mereka didunia ini akan tetap ada. Tapi urusan populasi dan ruang adalah masalah mereka.

Setelah hari ke 315, perkembangan populasi yang awalnya melonjak menjadi kian perlahan. Rupanya, para tikus itu mulai menyadari bahwa ruang mereka hidup menjadi semakin sempit.

Para tikus jantan dewasa yang awalnya bersikap seperti pemimpin mulai kehilangan otoritasnya karena ketiadaan wilayah kekuasaan. Semua tikus memahami bahwa mereka memiliki hak yang sama pada tempat tersebut, hingga akhirnya para tikuspun memutuskan sudah tidak diperlukan lagi otoritas pemimpin. Semua wilayah adalah milik bersama. Pada akhirnya aturan yang membimbing kehidupan tikus secara sosial mulai runtuh. Mereka menjadi makhluk yang egois yang hanya peduli pada diri mereka sendiri. Hal ini membuat para tikus semakin tidak percaya pada sesama mereka.

Tikus-tikus yang lemah dan dianggap jelek daripada kawanan tikus lainnya mulai membentuk kelompok sendiri-sendiri. Kawanan tikus yang gagah dan cantik-cantik pun juga mulai membentuk kawanan mereka sendiri. Mereka mulai saling memisahkan diri antara satu dengan yang lain hanya dari tampang.

Segala serangan tanpa tujuan menjadi marak terjadi didalam surga tersebut. Tikus-tikus bisa saling menyerang apabila merasa tidak suka pada tikus yang lain. Dan hal ini terus-menerus terjadi hingga menimbulkan banyak korban jiwa. Baik yang tampan, cantik, ataupun jelek saling bermusuhan tanpa sebab yang jelas.

Untuk tikus-tikus yang sebelumnya berkeluarga, para pejantan menjadi terlalu bebas sehingga tidak peduli pada para betina yang sudah mereka kawini. Betina-betina yang lemah dan tanpa dukungan terpaksa mengalah dan menerima nasib mereka dipakai dan dipakai berulang kali. Penyiksaan demi penyiksaanpun semakin terfokus pada tikus-tikus lemah dan tidak memiliki kelompok kuat. Mereka disudutkan, didiskriminasi, dan disakiti di tempat yang seharusnya menjadi surga bagi siapapun.

Karena hal ini, Para tikus-tikus betina menjadi stress. Mereka sadar mereka tidak bisa melawan yang kuat, maka target merekapun beralih pada tikus terlemah di dalam kelompok. Anak-anak mereka sendiri. Kebencian mereka pada ketidakadilan teralihkan pada anak-anak yang tidak berdosa itu. Mereka menyiksanya.

Hal ini tentu semakin menurunkan tingkat populasi tikus itu secara menyeluruh. Sangat sedikit tikus-tikus muda yang mencapai tahap dewasa apalagi semakin sedikit tikus-tikus yang mau peduli.

Para tikus betina pun yang menyadari kengerian ini akhirnya mulai banyak menyendiri. Mereka sering terlihat sedang merenung di atas gedung sendirian seakan ingin mengakhiri hidup. Agresivitas mereka meningkat dan menjauhi kelompok apapun. Mereka semakin tidak percaya pada para pejantan. Dan menolak keras untuk dikawini. Mereka memilih menjadi single abadi. Tak lama kemudian, muncullah generasi tikus-tikus jantan yang cantik-cantik selayaknya para betina.

Dari sanalah muncul ketimpangan moral bagi para tikus yang seharusnya tidak terjadi. Mereka mulai berhubungan sesama jenisnya sendiri demi memenuhi kebutuhan hasrat yang mulai tidak terkendali antara satu dengan yang lain.

Para tikus yang walau bagaimanapun tetap terpenuhi kebutuhan perutnya, mengalihkan hasrat kekerasan mereka pada seks. Terutama untuk generasi muda tikus itu, mereka akhirnya kecanduan pada hubungan badan sehingga menjadi Hyper sex yang parah bahkan pada sesama jenisnya sendiri.

Yang parahnya lagi, mereka membawa satu kebiasaan baru. Yakni kanibalisme. Akibat banyaknya tingkat kematian dari hari ke hari maka tak heran upaya untuk mencicipi daging sesamanya sendiri mulai tercetus. Mereka mulai penasaran pada daging rasnya sendiri dan akhirnya mulai terbentuk golongan kanibalisme. Mereka yang merasa bosan dengan makanan yang sudah ada sehingga mengalihkan kebosanan itu pada pembunuhan bayi-bayi tikus untuk dimakan.

Pada hari ke 560, jumlah tikus yang telah menyentuh angka 2200 ekor semakin jatuh. Keganasan tak terhentikan semakin menjadi-jadi. Korban pembunuhan bergelimpangan. Praktek LGBT meningkat dan menurunkan tingkat populasi secara drastis.

Bahkan setelah Tingkat kematian menyentuh angka 100% sekalipun yang mana membuat wilayah tersebut kian merenggang. Keganasan para tikus tetap tidak berkurang. Tidak ada penguasa yang dilantik. Aturan ditiadakan secara mutlak. Lingkungan menjadi tidak aman bagi siapapun. Yang kuat secara fisik semakin berjaya. Dan yang lemah tinggal menunggu matinya saja.

Surga dunia itu rupanya telah berubah menjadi ladang neraka. Negeri utopia itu telah menjelma menjadi wadah paling mengerikan bagi tikus manapun yang hidup dibumi. Karena hanya yang paling kuat dan paling egois yang akan tetap hidup.

Dua tahun setelah percobaan ini dilakukan, tikus terakhir akhirnya dilahirkan. Dan sejak saat itu juga populasi tikus Universe 25 kian meredup, meredup, hingga akhirnya padam seluruhnya setelah tikus yang masih bernafas terakhir meninggal dunia.

Mereka punah, binasa, hilang, dan hancur berkat kelakuan diri mereka sendiri.

Eksperimen inipun tidak hanya dilakukan sekali. Tapi John Calhoun mengulanginya sebanyak 25 kali yang menjadi dasar penyebutan Eksperimen Universe 25 ini. Dan dari percobaan pertama hingga terakhir. Semua hasilnya berakhir pada satu kesimpulan yang sama. Kemusnahan total tanpa ampun.


Apa sih yang terjadi sebenarnya? Apakah semua murni karena sempitnya wilayah? Lalu bagaimana kita menjelaskan dengan keganasan yang masih terjadi setelah wilayah mereka semakin longgar?

Kalau saya boleh menjabarkannya untuk bisa related dengan kehidupan kita.

Jawabannya mungkin terletak pada ATURAN yang dihilangkan dari hidup tikus-tikus ini.

ATURAN yang menjadi kompas kehidupan mereka menghilang sepenuhnya. Hingga banyak tikus-tikus yang tidak tahu harus berbuat apa dalam kehidupannya itu akhirnya memilih menjadi tidak terkontrol. Aturan itu menghilang bukan karena tidak ada. Tapi karena aturan itu telah terpenuhi tanpa adanya usaha. Dan hal itu terselimuti oleh kabut bernama kebebasan. Mereka tanpa sadar telah kehilangan makna dari keberadaan mereka sendiri. Kehilangan tujuan dan arah hidup. Rutinitas mereka hanya untuk makan, tidur, ngeseks, dan terus seperti itu tanpa akhir dengan diiringi wilayah kebebasan yang semakin berkurang karena diambil oleh orang lain. Pada akhirnya ketidakpuasan pada kebebasan itu menjadi pemicunya.

Banyak dari kita hingga saat ini merasakan hidup dalam kekangan yang menyulitkan. Merasa dipaksa hidup dalam aturan yang membelit segala seluk beluk kehidupan kita. Sampai kita lupa bahwa keberadaan kekangan ini justru menciptakan tujuan dalam hidup ini. Untuk bisa bebas dengan usaha kita sendiri. Dan mari kita mengambil sedikit pelajaran dari Universe 25 ini.

Kita sangat beruntung terlahir sebagi manusia. Kita memiliki kecerdasan yang kompleks sehingga bisa menciptakan tatanan hidup yang harmonis antara satu individu dengan individu lainnya. Tentunya ini sangat jauh berbeda dengan tatanan hidup para tikus yang diatur oleh sistem sesederhana ketua dan anggotanya. Kita memiliki UU, moral, dan kebijaksanaan yang membimbing kita agar tidak terjerembab oleh kekacauan meski tanpa pimpinan.

Namun, Apakah hal serupa akan terjadi pada manusia andai kita ditempatkan pada situasi yang sama?

Makanan yang senantiasa terpenuhi. Tempat tinggal yang nyaman. Dan kebutuhan seks kapan saja kita mau.

Pada kenyataannya kita masih jauh hingga bisa mencapai kondisi yang sama dengan para tikus itu. Kebutuhan kita masih berbeda-beda antara satu atap dengan atap lainnya. Kemakmuran kita sama sekali tidak merata. Kesulitan masih kerap membelenggu kita. Sehingga untuk mencapai negeri Utopia tersebut sampai kini masih terbilang mustahil. Bahkan negeri kaya seperti Qatarpun tidak lepas dari kesenjangan sosial didalamnya. Setiap negara masih memiliki orang susah didalam mereka.

Tapi, ini bukan jaminan kita tidak akan mencapai tahap kehancuran yang sama seperti Universe 25. Kenyataannya, manusia juga sedang mengalami tahap kemunduran seperti yang dialami dengan Universe 25 itu.

Perilaku LGBT yang semakin dianggap wajar. Kelompok feminis garis keras yang semakin menolak keberadaan pria. Maraknya Kekerasan pada wanita. Adanya diskriminasi. Kebencian tanpa sebab. Meningkatnya hubungan seks bebas. Kaum yang menuntut kebebasan dan menolak keberadaan aturan yang dipaksakan pada mereka.

Dan yang terparah.. Kaum yang tidak menginginkan adanya Tuhan atau Agama. Bukan menolak Agama ya. tapi Tidak menginginkan adanya Agama. Jadi yang Atheis ataupun Agnostik jangan tersinggung.

Pada dasarnya Agama ini tidak hanya terwujud pada konsep penyembahan semata. Tapi juga konsep mengikuti Aturan yang ada. Follow the rules sobat.

Hewan sesederhana tikus saja menjadi hancur, rusak, dan musnah dengan sendirinya setelah segala kekangan dalam hidup mereka dimusnahkan tidak peduli senyaman apa hidup mereka sebenarnya. Hal ini karena satu hal mendasar yang tidak dimiliki para tikus. Tujuan mutlak dalam hidup mereka. Dan salah satu letak tujuan mutlak itu terletak pada adanya ATURAN yang kita percaya. Memenuhi aturan inilah yang jadi tujuan untuk bisa terus hidup selaras satu sama lain.

Bentuk aturan yang kita percaya juga bermacam-macam. Bisa berupa norma masyarakat, hukum adat, hukum negara, hingga Agama.

Dan menurut saya, salah satu penyedia aturan hidup terbesar itu adalah adanya kepercayaan atau Agama itu sendiri. Hal inilah yang membedakan kita dengan tikus-tikus itu selain kecerdasan.

Lalu bagaimana dengan manusia andai segala Agama itu juga ditiadakan? Padahal banyak manusia yang justru hidup berdasarkan aturan agamanya.

Aturan tidak membunuh, tidak memperkosa, mencuri, berbohong, menyakiti orang lain, dan sebagainya. Apa jadinya jika manusia hidup tanpa diiringi kepercayaan atau Agama pada entitas paling berkuasa ini?

Dunia tanpa agama mungkin sekilas terdengar seperti negeri ideal bagi manusia yang ingin hidup hanya berdasarkan aturannya dan bebas dari belenggu berketuhanan. Tapi bagaimana dengan nasib negara yang tidak memiliki hukum dan aturan yang kuat di negeri mereka? Sebuah negeri yang tidak diatur oleh pemimpin kuat nan berkharisma. Negeri yang sebatas mematuhi norma karena masih memandang adanya Agama yang mereka percaya.

Agama pada dasarnya menyediakan tata hidup, tujuan, serta aturan yang mesti dilaksanakan secara mutlak. Keberadaan Agama hakikatnya membangun kesadaran mandiri pada setiap jiwa manusia bahwa mereka akan bertanggungjawab pada diri mereka sendiri akibat perbuatan mereka. Dan segala perbuatan itu pasti akan mereka bayar dihadapan Tuhan mereka sendiri. Dengan atau tanpa hukum dari manusia. Hal inilah yang tidak dimiliki para tikus Universe 25. Kepercayaan adanya hari pembalasan, hari penegakan keadilan, hari melunasi segala hutang, hari menyesali segala perbuatan, hari membayar segala keburukan, kepercayaan inilah yang membuat kita bisa mengerem segala sifat buruk yang ada di dalam kepala kita, mencegah kita dari menjadi monster tanpa logika dan tetap menjadi manusia yang seutuhnya.

Manusia memang bisa mematuhi aturan tanpa kehadiran agama, tapi beberapa manusia terkadang hanya mau mengikuti aturan jika diancam dengan ancaman nyata. Agama menyediakan hal itu dengan tempat bernama neraka. Jika mereka tidak mau menjadi manusia baik dengan imbalan bernama surga, maka biarlah mereka menjadi manusia baik untuk menghindari tempat bernama neraka ini…

Karena manusia mengenal aspek Agama inilah, yang menjadi alasan kuat kita mungkin bisa terhindar dari kehancuran total seperti yang terjadi para Tikus ini. Dunia mungkin dimasa depan, disuatu saat nanti bisa saja menjadi seperti negeri Utopia. Tapi selama kita bisa mempertahankan nilai kemanusiaan yang ditanamkan didalam hati lewat adanya keyakinan ini. Maka rasanya mustahil kita menyentuh ranah primitif hingga memakan spesies sendiri.

Tentu saja kita tidak sedang membicarakan agama yang membolehkan terorisme, kekerasan, ataupun kerusakan dalam bentuk apapun. Saya sedang membicarakan Agama yang menjunjung cinta dan kedamaian yang diyakini sebagai jalan terbaik menuju keseimbangan spiritual dan emosional.

Ketika Agama atau kepercayaan semacam ini sudah hancur dan hilang sepenuhnya. Saat itu jugalah satu-satunya palang pintu terakhir pembatas perilaku manusia selain norma hilang dari dunia. Saat kondisi yang sama pada Universe 25 terjadi juga pada manusia, maka tinggal berharap saja manusia masih bisa menjunjung tinggi moralitas berdasarkan kesadarannya sendiri…

Bagaimana pendapat kalian? Apakah menciptakan Surga dunia masih menjadi impian atau justru meminimalisir kehancuranlah yang seharusnya kita fokuskan untuk menciptakan Utopia sebenarnya?

Tulis pendapat kalian tentang Eksperimen ini dan pelajaran apa yang seharusnya kita petik didalamnya, karena berbagi perspektif akan semakin memperluas sudut pandang kita melihat cakrawala.

Referensi :

1. https://www.sainsologi.com/bagaimana-tikus-mengubah-surga-menjadi-neraka/

2. https://ichi.pro/id/studi-mengerikan-yang-memprediksi-kepunahan-manusia-39924430866555



ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق

Sebelum kamu pergi

Kalau kamu suka dengan artikel ini, gunakan tombol-tombol share untuk membagikan artikel ini ke teman-teman kamu, dan daftarkan email kamu untuk mendapatkan update jika ada artikel baru. Terima Kasih.!